Menunda tender WiMax bukti pemerintah lebih memperhatikan pemilikkapital daripada menyediakan sarana telekomunikasi murah kepada rakyat

Kang Kombor sedang melakukan aktivitas surfing ketika sampai pada sebuah berita di KCM yang berjudul Pemerintah Salah, Tunda Tender Wimax. Pada berita tersebut dikemukakan pendapat Pak Onno W Purbo yang menilai pemerintah telah melakukan kesalahan menunda tender Wimax.

Memang, Wimax, seperti yang diungkapkan Pak Onno, layanan Wimax dapat mengatasi kendala mahalnya biaya telekomunikasi di tanah air.

Kang Kombor setuju dengan Irsal yang mendukung pendapat Pak Onno.


Apa itu WIMAX?

Biar mudah, Kang Kombor kutip apa yang sudah ditulis di Satriyo.net pada postingnya Melirik Wimax:
WiMax merupakan teknologi jaringan nirkabel broadband yang mengikuti standar IEEE 802.16. Teknologi ini sedang menjadi buah bibir para praktisi di bidang teknologi informasi di seluruh dunia karena teknologi ini akan menyediakan kekuatan dan kecepatan broadband pada jaringan nirkabel. WiMax memungkinkan transfer data sampai dengan 75 Mbps pada zona modulasi 64-QAM.. Pada daerah dense urban, jangkauan sebuah access point mencapai radius 2-3 kilometer, sedangkan untuk daerah rural bisa mencapai 20 mil tanpa harus pada posisi line of sight antara klien dengan access-point.
Dengan demikian menurut proyeksi perhitungan untuk daerah Bandung yang memiliki luas area sekitar 167 kilometer persegi, perlu dibangung hanya sekitar 16 BTS WiMax untuk menjadikan seluruh kota dapat terhubung ke jaringan akses broadband nirkabel ini.


Makanya tidak heran kalau Pak Onno berani mengatakan bahwa WiMax akan dapat mengatasi kendala mahalnya biaya telekomunikasi di Indonesia. WiMax ini bisa digunakan untuk membawa konten data maupun suara. Kang Kombor, akhir 2003 yang lalu bersama beberapa kawan sudah menyusun sebuah rencana bisnis mengenai WiMax ini. Rencana bisnis itu sudah ditunjukkan ke banyak orang. Ada yang ke sebuah grup besar. Ada yang ke sebuah perusahaan minyak. Ada pula yang ditunjukkan ke orang Singapura. Memang waktu itu regulasinya belum ada. Kami waktu itu meramalkan bahwa WiMax akan menjadi sesuatu. Kami sudah bertanya-tanya pada vendor wireless macam AirSpan dan Alvarion yang keduanya merupakan anggota WiMax Forum. Dalam rencana bisni kami itu, kami berani menjual dedicated link sebesar 512Kbps (link plus bandwidth internet) hanya sebesar USD 250 atau secara sembrono katakanlah Rp 2.500.000,-. Bayangkan saja, coba Sampeyan lihat di CBN berapa harga bandwidth 512Kbps. Bandwidthnya thok!

Pada rencana bisnis itu kami sengaja mengangkat WiMax untuk mengantarkan data saja, bukan suara. Kami tidak mau masuk ke arena pertempuran yang medannya sulit kami kuasai walaupun kami tahu bahwa WiMax akan sangat layak untuk mengangkat suara yang dijalankan di atas Internet Protokol alias VoIP (voice over internet protokol). Bayangkan, menjual konten suara alias komunikasi telepon murah sama saja membuat Telkom marah. Siapa yang nggak tahu Telkom? Perusahaan telekomunikasi yang selalu menangguk untung triliunan rupiah tetapi selalu saja menaikkan tarif telepon dengan alasan untuk meningkatkan layanan. Padahal, tarif yang dinaikkan itu digunakan untuk belanja bandwidth buat TelkomNet instan, bukan untuk memperluas jangkauan telepon kabel (PSTN). Makanya orang di daerah Kecamatan Turi Kabupaten Sleman sana, yang merupakan sentra salak pondoh, petaninya lebih memilih ber-HP daripada menunggu jaringan telpon masuk. Sampai kiamat belum tentu jaringan telpon masuk.

Sayang, karena WiMax harus ditender, kami yang sejak tahun 2003 sudah menyusun rencana bisnis tidak bisa ikut bermain. Siapa yang mampu ikutan tender? Tentu semua masih ingat berapa duit yang dihabiskan untuk bisa ikutan tender 3G. Gileee...

Pemerintah Lebih Memihak Pemilik Kapital daripada Rakyat

WiMax, dengan segala macam janjinya memang diisukan akan membunuh 3G. Ngapain juga terbuai 3G kalau ada teknologi yang memberikan janji lebih bagus dan biaya implementasi lebih murah? Pasti kita akan memilih WiMax. Maka, di sinilah letak keberpihakan pemerintah kepada pemilik kapital. Kita tidak bisa menutup mata bahwa para pemenang tender 3G itu telah menghabiskan banyak dana untuk ikut tender. Biaya investasi perangkat 3G juga tidak kecil. Nah, mereka belum sempat jualan, masak sudah akan dihantam dengan WiMax? Para pemenang lisensi 3G tentu tidak tinggal diam.

Sayangnya, pemerintah lebih memihak kepada pemilik kapital itu daripada rakyat yang butuh media telekomunikasi yang handal tapi murah. Begitulah pemerintah, yang punya duit selalu lebih didengar daripada yang butuh duit.

Memang, keampuhan WiMax masih merupakan janji. Akan tetapi, menunda tendernya hanya akan membuat teknologi ini semakin kuno. Kita tahu bahwa perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika saat ini sangat pesat. Dua tahun lagi, jangan-jangan WiMax sudah kuno. Ada isu bahwa setelah WiMax akan muncul teknologi nirkabel yang memungkinkan kita masih bisa bertelepon dengan aman di pesawat. Hmm... kalau rencana bisnis yang kami buat itu merancang deployment dari seluruh perangkat WiMax butuh waktu 2 tahun, dengan segala macam hambatannya, kalau WiMax baru ditender 2008 maka orang Indonesia baru akan bisa menikmati WiMax pada 2010. CEO Vodafone, Arun Sarin mengatakan bahwa dia percaya bahwa teknologi WiMax ini belum akan tersedia secara luas dua tahun ke depan. Simak WiMax not ready for prime time: Vodafone CEO.
Eehhh.... siapa tahu minggu depan Pak Menteri Kominfo direshuffle dan diganti menteri yang lebih memihak rakyat sehingga tender WiMax bisa dilaksanakan tahun 2007 ini juga.

Komentar

  1. menkominfonya ganti pak onno w purbo saja deh. amin

    BalasHapus
  2. Saya ikutan deh tendernya..?? 100 Triliun cukup gak ya kang.. Itulah indonesia kang, tender lebih utama daripada rakyat ini melek internet dan tentunya dapet akses murah. Speedy yg dikelola BUMN tau sendiri kan masih nyekek rakyat, ada RT/RW ISP tapi belum cukup murah dan belum banyak coveragenya.

    BalasHapus
  3. kebetulan lg riset WIMAX kecil-kecilan.
    Memang pemerintah kayaknya lg ngelindungin para pemain lama. Mari kita tinjau satu-satu
    1. Pemilihan frekuensi 2.3 GHz, padahal kebanyakan vendor memproduksi di frekuensi 2.5 GHz dan 3.5 GHz. padahal kl di runut2 dua frekuensi itu di miliki pemain besar dan lama di bisnis telco di Indo. JAdi dengan alasan belum banyak vendor di 2.3 GHz (cuma Samsung ama Navini, kl ada yang tahu lainnya boleh ditambah ;) ) maka tender diundur, dan pemain lama bisa meraup untung lebih lama
    2. Tanpa merendahkan kemampuan industri dalam negeri.. dengan menunggu industri dalam negeri memproduksi komponen WIMAX, kayaknya bakal mubazir. Lha kita pabrik chip aja gak punya.. mau nyaingin vendor2 kakap di telco seperti NOkia, Nortel, Intel, Samsung, Navini, Alvarion, Ericsson, dll.... kenapa gak joint venture aja sih. buang2 duit 15 Miliar cuma buat foya-foya.. mending buat yang lain. Useless..
    3.Dengan masuknya WIMAX maka 3G akan babak belur.. karena teknologi bisa menggantikan mereka. Karena kemampuan teknologi WIMAX mampu mengantarkan data dan suara. Dengan sistem pentarifan yang lebih murah dari pada sistem 3G yang mencekik pemakai. Dan kl di lihat bisnis 3G jalan ditempat. padahal sudah invest sekian ratus miliar buat BHP frekuensi :(

    Jadi bebaskan frekuensi 2.5 dan 3.5... jadi kita bisa menggunakan frekuensi banyak digunakan untuk WIMAX, kita bisa roaming keluar negeri. otomatis banyak pemakai.. biaya akan semakin turun dan rakyat semakin untung..

    BalasHapus
  4. Waduh, WIMAX ki panganan opomaneh to kang? Jangankan WIMAX, wong 3G aja belum sempet ngerasain jee, mending tak beliin beras daripada buat nyoba 3G. hehehe

    BalasHapus
  5. Akur kang....yang diperlukan RJ alias rakyat jelata seperti saya ini kan mboh opo jenenge yang penting kualitas yahud terjangkau kocek...Jarene Indonesia wes maju kok opo-opo lamrang... mumet :(

    BalasHapus
  6. memang kang, rakyat selalu menjadi korban...

    BalasHapus
  7. satu lagi kebodohan pemerintah indonesia, useless bener pemerintah indonesia saat ini...

    BalasHapus
  8. Salam kenal Kang. Masalah WiMax tidak semudah itu. WiMax adalah solusi untuk problema "last mile", yaitu jarak dari rumah konsumer ke LEC atau Base Station terdekat. Isunya, WiMax atau Broadband Wireless seperti DO/EVDO bisa merubah tatakan dunia bisni telekom dan kabel-TV. Di US juga ada masalah politik serupa (industry telekom dan kabel melobby untuk menyusahkan roll-out WiMax).

    BalasHapus
  9. yang pasti mas dunia pertaliponan bakalan makin smarak
    tp itu lah mas pemilik modal selalu dilindungi pemerintah dari pada pusing mikirin frekuensi, mari kita kembangkan telekomunikasi yang diwariskan nenek moyang kita, yg ngak ribet bagi bagi frekuensi. tp yang penting mawasdiri yaitu TELEPATI !

    BalasHapus
  10. pak ono...



    perjuangkan terus wimax di INdonesia
    usaha anda cukup bagus...



    ada sekedar saran..


    gimana klo bener2 jadi resufhle
    anda jadi menkominfo

    BalasHapus

Posting Komentar