Ngos-ngosan Juga Ternyata

Sedari Kamis lalu Kang Kombor janjian dengan Abu Nabila -- kawan semasa SMA, untuk ziarah ke rumah Bahari -- juga kawan semasa SMA, pukul sepuluh pagi hari ini. Kami janjian untuk ketemuan di rumah Bahari di wilayah Kecamatan Turi.

Si Putih di Ngentak, Bangunkerto, Turi
Pukul 9:15 WIB Abu Nabila sms, "aku wis neng dalan mbor". Busyet dah, tertib juga dia. Kang Kombor pun langsung balas, "aku ndang budhal, ngonthel."

Kang Kombor memang sudah berkata bahwa Kang Kombor akan gowes ke rumah Bahari. Kasihan sepeda itu belum pernah Kang Kombor kayuh agak jauhan. Bisa-bisa sepeda itu jadi benci sama Kang Kombor kalau kelamaan tidak Kang Kombor tunggangi #halah


Ada dua rute pilihan yang dapat Kang Kombor tempuh:
  1. Medari mulai dari Pabrik GKBI Medari - Kalirase - Jurugan - Kendal - Ngablak - Rumah Bahari
  2. Medari - Temulawak - Sidomulyo - Kawedan - Ngablak - Rumah Bahari
Kang Kombor pilih rute kedua. Tanjakan di Kendal untuk sampai ke Jl. Raya Tempel - Turi lumayan tinggi sepanjang +/- 75 meter. Bakal ngos-ngosan nanti di sana.

Maka Kang Kombor pun menyeberang di Perempatan Medari kemudian menyusur pinggiran Pabrik GKBI Medari menuju Temulawak. Dari Temulawak menuju Sidomulyo. Eh blaik tenan, jalanan di Sleman ini kalau dari arah Selatan ke Utara kan nanjak semua. Ke Utara berarti ke arah Gunung Merapi. Mana ada yang jalannya landai, semua pasti menanjak walaupun bukan tanjakan yang curam. Ealah...

Baru juga sampai Sidomulyo saat nafas Kang Kombor sudah bilang, "Senin...." "Kamis..." "Senin..." "Kamis..." Blaik tenan iki! Mana perjalanan belum seperempatnya yang ditempuh.

Daripada kalah oleh nafas, Kang Kombor pun mengeluarkan ponsel andalan dan mulai merekam perjalanan dari Sidomulyo menuju rumah Bahari. Kang Kombor tidak mempedulikan tatapan orang-orang di Sidomulyo dan Kawedan yang melihat Kang Kombor bersepeda dengan tangan kiri memedang setang dan tangan kanan memegang ponsel. Mungkin mereka mengira Kang Kombor sedang mencari sinyal karena beli ponsel nggak sekalian sinyalnya, hahaha...

Baru juga sampai di Kawedan ada telpon masuk di ponsel satunya. Ah, itu pasti Abu Nabila. Kang Kombor terpaksa berhenti dan menghentikan rekaman perjalanan. Baru juga Sidomulyo - Kawedan. Ini mah pendek banget rutenya... Ya tapi mau bagaimana lagi?

"Tekan ngendi, Mbor?"
"Kawedan. Gek arep neng Ngablak ki."
"Oh ya udah. Aku udah dapat teh panas nih di sini."
"Ya udah, Kamu habisin aja dulu tehmu. Tar aku juga pasti dibikinin."

Kang Kombor pun lanjut mengayuh sepeda tapi tidak merekam lagi. Tanggung tadi sudah dihentikan, bukan hanya dijeda, rekamannya. Ternyata Kawedan menuju Ngablak kelihatannya saja jalannya mulus. Nggak tahunya kemiringan makin tinggi juga walaupun tersamar oleh lebarnya jalan. dari Kawedan menuju Ngablak ini kalau diteruskan akan sampai Kawasan Agro Wisata di Bangunkerto, Turi. Kang Kombor sih sampai perempatan Ngablak belok kanan ke arah Turi. Kapan-kapan Kang Kombor rekamkan trek Ngablak - Agro Wisata. Asyik juga nampaknya memperkosa paru-paru ini sekalian mengeringkan kerongkongan.

Kawasan Ngablak ternyata sudah dibangun. Sebelah Timur Perempatan Ngablak sudah ada kios sebanyak dua blok kalau Kang Kombor tidak salah lihat tadi. Aneka macam yang diisikan ke kios. Ada warung bakso, toko kelontong, toko salak, dan lain-lain. Hore juga nih! Kang Kombor terus ke Timur melewati Balai Desa Bangunkerto terus belok kiri mengikuti Jl. Tempel - Turi. Sampai di belokan Tepan belok kiri. Di sebelah kiri adalah Ngentak. Kira-kira 200 meter di depan ada tanjakan dan Jl. Tempel - Turi berbelok ke kanan, yang lurus menuju ke wilayah pedukuhan di Desa Bangunkerto. Kang Kombor mengayuh sepeda hanya sampai belokan itu kemudian berhenti.

"Kenapa berhenti, Kang?"
"Ya berhentilah. Sudah sampai tujuan kok mau nggowes terus. Buat apa?"

Kami berada di sebuah rumah di antara kebun salak pondoh itu selama kurang lebih satu setengah jam. Waktu yang tidak terlalu panjang tetapi banyak hal yang sudah kami bicarakan mulai dari pertukaran kabar sampai mebicarakan rencana-rencana kudeta. Hahaha...

Pukul dua belas Abu Nabila dan Kang Kombor memutuskan bergeser ke rumah Kang Kombor. Ada rambutan yang harus dipetik untuk dijadikan oleh-oleh untuk Nabila.

"Pitmu digotong wae, Mbor?
"Digotong piye?"
"Diboncengke motor wae ben cepet."
"Nggak perlu itu," Bahari menimpali, "kalau ke Medari mah nggak capek."
"Iya po?'
"Ealah... wong kok ora percayan. Iki dalane mengko mudhun. Aku kari mblandhang."
"Ning rak cepet nek takboncengke!"
"Jare sapa? Malah isa banter aku mengko. Wis, ayo mangkat!"

Kang Kombor mengakhiri obrolan halaman itu dan menuntun sepeda sampai tepi jalan. Selanjutnya, sepeda bergerak sendiri menuruni turunan itu. Sepeda hanya perlu digowes sampai Perempatan Kendal. Kali ini, pulangnya Kang Kombor pilih rute pertama. Apa masih pada ingat? Tinggal dibalik saja rute yang di sana itu.

Baiklah, ini video sekitar tujuh menit yang Kang Kombor rekam sambil ngos-ngosan. Silakan dinikmati kalau mau.

Komentar

  1. pulang benar mblandhang ya, hahaha... ceritanya lucu. aku juga suka sepedaan, kok sepedaku belum kukasih nama ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya pasti pulangnya mblandhang dari kendal ke medari.

      dulu waktu smp sepedaan mulu sama temen kerjanya. sekarang waktunya sepedaan lagi.

      sepeda motorku namanya si ngorok.

      Hapus
  2. Wis suwi banget ga nggowes kang, gowes terakhir beberapa bulan lalu, ga sampe 1km dah njarem kabeh pupuku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama. Sudah setengah tahun nggak gowes. Makanya kemarin paha sempat juga terasa lemas.

      Hapus
  3. Ahahahah... pengaruh umur itu kang. jangan dipaksain. kl berlebih juga sehatnya gak dapat kali :p

    eh tapi itu jago yah bisa gowess pake saatu tangan. aku kl kayak gitu udah kebanting kali kang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... umur belum 40 kok, Mbak. Mestinya kan nggak ngos-ngosan begitu.

      Tadi gowes juga. Karena jalan menurun malah tangan nggak pegang setang sama sekali.

      Hapus
  4. Enaknya bisa sepedahan ditempat yang banyak pohon dan sedikit polusi udara ya, coba deh di jakarta, tau sendiri kang, polusinya itu lho, apalagi kalau gowenya ngintil dibelakang bajaj, wew, muka malah jadi geseng, diendus knalpotnya, hehe ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Bro. Waktu di Tangerang saya gowes beradu dengan polusi udara dari kendaraan bermotor dan debu yang beterbangan. Di sini udara masih bersih.

      Hapus
  5. Sepedanya keren, warna putih lagi. Saya paling suka putih.
    Dr hape, motor, laptop saya smua putih. Apa mungkin ya tar punya mobil putih jg? Huahaha (lha wong kerja aj blm, kok mimpiin punya mobil sendiri)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih. Mudah-mudahan nanti bisa punya mobil putih. Alphard atau Lexus putih banyak tuh, hehehe.

      Hapus
  6. wahaha si putih beraksi, ternyata disana treknya lebih menantang ya om daripada Citra - Tigaraksa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Sepertinya kudu nyoba gowes sampai ke desanya alm Mbah Marijan nih kalau sudah tidak hujan. Kalau musim hujan takut di puncak Merapi turun hujan karena lahar dingin bisa saja tiba-tiba datang.

      Hapus
  7. aku ga naik sepeda beberapa waktu, langsung ngos-ngosan walau baru sebentar ngowes :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan langsung ke trek yang berat, Om. Pilih trek yang datar saja dulu.

      Hapus
  8. wow ... rekaman perjalanan bersepeda yang asyik, mas arif. wah, kok jadi pingin ikutan, haks. btw, ternyata di sleman ada nama kendal juga, yah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih, pak. hari ini saya ada rekaman gowes lagi. sedang diunggah ke youtube nih.

      Hapus
  9. Prasaan aku ki wingi komentar jee, kok ra ana..? :(

    BalasHapus

Posting Komentar