Rel Kereta Api Yogya–Magelang Telah Hilang

Entah sedih atau gembira, perasaan yang mesti kita berikan untuk mengetahui kenyataan yang ada di depan mata kita ini. Rel kereta api yang menghubungkan kota Yogyakarta dan Magelang yang dulu ada dan pernah menjadi pendukung mobilitas penduduk antara Yogyakarta dan Magelang kini telah hilang. Kang Kombor terpaksa mengesampingkan perasaan sedih atau gembira dan memilih untuk mengedepankan keprihatinan.

yk11_stasiun_Medari

Gambar Stasiun Medari dari ww.irps.or.id. Gambar stasiun lain juga ada di sana.

Berbeda dari teman sebaya yang memiliki memori tentang lalu-lalangnya kereta api di jalur Yogyakarta – Magelang, Kang Kombor tidak memiliki itu. Mungkin karena sejak bayi sampai umur hampir lima tahun Kang Kombor tinggal di dekat Candi Borobudur. Jalur kereta api Yogyakarta – Magelang itu menurut informasi terhenti pada 1976. Kalau tidak salah, waktu itu sungai Krasak dibanjiri lahar dingin sehingga jembatan Krasak dan jembatan kereta api Krasak ambrol. Memori yang Kang Kombor miliki adalah berjalan di atas rel dari Medari menuju Sleman atau dari Medari ke arah Barat melewati Pedukuhan Ganjuran sampai ke Miri. Dulu Kang Kombor sering berjalan di atas rel. Bahkan berlari-larian di atas rel beradu keseimbangan dengan teman-teman.

Kini, Kawan-Kawan, rel kereta api itu tinggal kenangan.

Pada tahun 2009 ada berita bahwa jalur kereta api Yogyakarta – Magelang akan dihidupkan lagi pada 2011. Beritanya ada di Tempo Interaktif atau sekarang Tempo.co, berjudul Kereta Api Magelang – Yogya Hidup Lagi 2011. Sayangnya, sekarang ini kita sudah memasuki akhir bulan kesatu 2012 dan jalur kereta api Yogya – Magelang itu masih belum hidup lagi.

Hmm… Entah berapa besar dana yang diperlukan untuk menggelar kembali rel kereta api Yogyakarta – Magelang yang rutenya sampai ke Parakan melewati Secang dan Temanggung itu. Pasalnya, banyak jalur rel yang tadinya berupa jalur timbunan tanah yang tinggi sudah habis tanahnya karena diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Contohnya adalah sebuah terowongan di sebelah Barat Pedukuhan Ganjuran yang dulu merupakan terowongan jalan dengan rel kereta api di atasnya. Terowongan Ganjuran itu masih ada tetapi tinggal bangunan terowongannya saja sedangkan gundukan tanah dan rel kereta apinya entah ke mana.

Diatas adalah gambar Terowongan Ganjuran saat ini. Dulu rel kereta api melintang di atas terowongan itu. Ke kanan ke arah Timur menuju Stasiun Medari kira-kira 1 Km jaraknya sedangkan ke kiri adalah ke arah Barat menuju Stasiun Tempel dan terus ke Magelang. Kang Kombor dulu sering main ke terowongan itu setelah mandi di kolam milik teman SD bernama Sandi yang tinggal di Pedukuhan Medari Gedhe tidak jauh dari terowongan itu ke arah Timur.

Berikut pandangan ke arah Timur dari terowongan itu pada hari ini.

Dan di bawah ini pandangan ke arah Barat, juga pada hari ini.

Pandangan ke arah Barat dulu tidak seperti itu. Gundukan tanah sebagai dudukan rel membentang sampai jauh dan di sebelah kiri dan kanan rel adalah sawah. Setelah tanah bantalan rel itu diambili oleh orang-orang tidak bertanggung jawab, mungkin dijual untuk tanah urug, jalur rel itu menjadi seperti kebun dan ditanami macam-macam. Yang ke arah timur, di sekitar Stasiun Medari di atas bekas jalur rel sudah banyak berdiri bangunan rumah penduduk. Di halaman Stasiun Medari sendiri dibangun Balai Warga Pedukuhan Ganjuran.

Entah mengapa ya, pada saat Indonesia mencapai kemajuan seperti saat ini, fasilitas yang dulu disediakan oleh penjajah Belanda malah hilang. Panjang bentangan rel yang dibangun Belanda dengan sisa bentang rel yang ada saat ini masih panjang bentangan rel pada jaman Belanda. Kok bisa? Itu artinya penyusutan dong, bukan kemajuan…

Ya demikianlah Kawan-Kawan, apa yang ada di hadapan kita. Mungkin bukan hanya ada di dekat Kang Kombor saja, bangunan peninggalan masa lalu yang bermanfaat bagi banyak orang pada hilang. Mudah-mudahan jalur kereta api Yogyakarta – Magelang itu benar-benar dapat dihidupkan kembali. Kang Kombor selalu menikmati perjalanan dengan kereta api karena di kereta api banyak yang dapat kita temui, termasuk dua orang gadis Italia yang cantik.

Komentar

  1. sayang banget ya om... pemerintah ga memanfaatkan fasilitas yang ada...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Zanc. Akhirnya kini saat mau menghidupkan jalur itu lagi, pekerjaannya pasti luar biasa. Padahal dulu waktu Belanda membangun rel kereta api itu, berapa banyak orang yang kemungkinan kerja paksa.

      Hapus
  2. padahal kalo ada keretanya, pasti juga akan ada penumpangnya

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. embuh ki... jarene rile dipendhem. ning embuh sing saktemene

      Hapus
  4. wah dah jadi makanan rayap opo? edan rayape doyan wesi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. rayape ra mung doyan wesi. aspal, semen, cet barang ya doyan

      Hapus
  5. Yah, napak tilas kenangan masa lalu... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sayang mau sepedaan sepanjang track rel yogyakarta - magelang jadi nggak bisa

      Hapus
  6. hemmm
    prihatin banget sihh....
    Padhal kalo mang bener ada itu bisa dijadikan obyek pariwisata lhoo, apalagi pemandangannya mengelilingi Gunung n pegunungan, lah wng Solo aja bisa memberdayakan sepur truthuk'e jee...
    :(
    #cedihhh

    BalasHapus
  7. kalo mau dirunut, malah ada rel dari parangtritis ke borobudur, pemda sendiri ga berani gembar gembor, permasalahannya menghidupkan kembali rel disepanjang parangtritis-borobudur akan menghabiskan budget yg begitu banyak, yg pasti masalah ganti rugi tanah pastinya akan melambungkan tanah yang bakal diilewati rel menjadi harga selangit. pilihannya cuma menghabiskan budget negara yang ga seberapa atau proyek ini cuma dijadikan wacana saja ;-) meski sudah dimasukkan dalam perda RTRW 2010 nyatanya perda bisa kok diganti sesuka hati sesuai selera para ndoro.

    BalasHapus
    Balasan
    1. loh, rel paris - borobudur itu nggak masuk ke sultan ground ya?

      Hapus
  8. Terakhir tahun 1996 saya masih menyusuri dari stasiun Medari ke Desa
    Ngaglik Caturharjo, masih ada gundukan dan relnya trus turun pas terowongan, Kang tahu kapan gundukannya di ratakan? Saya baru tahu mudik 2011 trowongan sudah tidak ada gundukannya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau tidak salah waktu saya kuliah. kisaran waktunya 1994 akhir - 1999. yang di terowongan itu tanahnya dijual sebagai tanah urug. kalau ditelusuri akan ketemu siapa yang menjual. orang-orang sekitar juga pasti tahu :D

      Hapus
  9. lagi golek2 info blusukan jalur kereta ki
    ada info meneh ora kang?

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. Di sore hari di awal tahun 70an dengan perasaan kegirangan seorang anak kecil, saya melihat dari atas bukit gremeng muntilan sepur kluthuk yang melintasi jalur jogja magelang dengan backgroung pemandangan persawahan dan gn merapi di belakangnya, indaaaahh sekali. Kini 40 tahun kemudian spoorenweg itu sudah tak tampak lagi, kanan kiri jalan utama sudah penuh dengan bangunan ruko dan gedung yang terkesan tidak beraturan pula...saya paham dan bisa membayangkan keprihatinan kang kombor...smoga rencana menghidupkan kembali jalur2 kereta jogja magelang, bahkan sampai semarang bisa terwujud..

    BalasHapus

Posting Komentar