Kamus Digital untuk Bahasa Hampir Punah Buatan National Geographic

endagered language

Akhir tahun lalu, tepatnya bulan November, Kang Kombor membaca informasi mengenai ratusan bahasa di Nusantara ini yang terancam punah karena bahasa-bahasa itu tidak memiliki sistem aksara dan tidak lagi banyak dipergunakan. Laporan tersebut menyebutkan bahwa pada abad ke-21 nanti, dari 700 lebih bahasa yang ada di Nusantara, hanya akan tersisa sekitar 75 bahasa.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melihat hal tersebut sebagai hal yang berbahaya dan telah melakukan pemetaan dan dokumentasi bahasa di berbagai daerah. (Haluan Kepri).

Laporan lain pada bulan yang sama malah menyebutkan 10 bahasa telah punah. Satu bahasa di Maluku Utara dan sembilan lainnya di Papua. (Melayu Online). Sangat berbahaya bukan?

Ternyata, kepunahan bahasa tidak hanya mengancam bahasa-bahasa di Nusantara. Banyak bahasa lain di muka bumi ini yang terancam punah. Kang Kombor dulu pernah membaca bahwa kehadiran internet membuat kepunahan bahasa-bahasa langka itu semakin cepat. Internet telah memaksa sebagian besar penggunanya untuk menggunakan bahasa-bahasa utama dunia, terutama Bahasa Inggris.

National Geographic melaporkan bahwa karena 80 persen populasi dunia menggunakan hanya 1% dari seluruh bahasa yang ada, maka dalam setiap 14 hari ada sebuah bahasa yang punah. Dengan tingkat kecepatan seperti itu, dalam 1 abad lebih dari separuh dari 7000 bahasa yang ada di dunia ini akan punah.

Untuk memperlambat laju kepunahan bahasa, National Geographic mengerjakan suatu proyek untuk mendigitasi bahasa-bahasa yang terancam punah tersebut. Proyek tersebut diberi nama Enduring Voice, bekerja sama dengan Living Tongues Institute for Endangered Languages. National Geographic dan Living Tongues Institue for Endangered languages telah mengidentifikasi 15 lokasi di dunia ini di mana terdapat bahasa-bahasa yang akan segera punah dan mendokumentasikan bahasa-basa itu.

Sebagai bagian dari proyek, National Geographic telah meluncurkan 8 kamus bicara yang berisi lebih dari 32.000 masukan dan 24 ribu rekaman suara. Kamus itu tidak hanya menunjukkan bahasa yang dituturkan tetapi juga memperkaya kamus dengan budaya di sekitar bahasa tersebut melalui gambar-gambar obyek budaya.

Ada di antara bahasa yang didokumentasikan itu yang hanya dituturkan oleh 600 penutur saja. Bahasa itu adalah bahasa Matukar Panau. 600 penutur Matukar Panau itu tinggal di dua desa di Papua Nugini. Mereka belum pernah mendengar bahasa mereka didokumentasikan, apalagi melihatnya di internet. Lebih dari 3.000 kata dan berkas audio serta 67 gambar telah ditambahkan ke dalam kamus. Kini komputer dan internet dapat menjangkau desa yang jauh itu.

Di Paraguay, Bahasa Chamacoco yang terancam punah didokumentasikan. Di India, Bahasa suku Remo, Sora dan Ho dipertahankan. Tuvan, bahasa yang dituturkan di Siberia dan Mongolia adalah bahasa yang terdokumentasikan dengan baik dengan 7.000 masukan, hampir 3.000 rekaman audio dan 49 gambar. Sementara itu, kamus ke delapan yang mendokumentasikan bahasa-bahasa Celtik sedang dikerjakan.

Bagaimana dengan Indonesia? Sepuluh bahasa telah punah. Mestinya, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat mencontoh apa yang dilakukan oleh National Geographic melalui proyek Enduring Voice-nya itu.

Sumber gambar: Technology for Endangered Languages in Australia

Komentar

  1. hah, 700 menjadi 75, gilee ... itu mah sekarat namanya kang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah, Mon. Di Indonesia sendiri sudah ada 10 bahasa daerah yang punah.

      Hapus
  2. progam seperti enduring voice
    wajib dilakukan di Indonesia, sebab
    bahasa lokal sangat-sangat banyak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju. Mestinya daripada bikin Gedung Baru DPR bernilai hampir 1 Trilyun, kalau duitnya untuk membuat kamus seperti yang dibuat National Geographic itu tentu akan lebih bermakna.

      Hapus
  3. kl yg kayak gini2 otakku kok gak pernah nyampe yah kang, hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Loh... yang seperti ini malah nggak perlu pakai otak, hehehe... Cukup digunakan rasa saja. Rasa memiliki bahasa-bahasa itu.

      Hapus
  4. gileee nasibnya kalo punah bisa berbahaya kalo tidak dari sekarang di dokumentasikan. mumpung yang tuanya masih ada. ayo kita dukung....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemdikbudnas sudah melakukan upaya walaupun sebatas pemetaan dan dokumentasi. Entah dokumentasinya dalam bentuk apa yang saya belum tahu.

      Hapus

Posting Komentar