Film Laskar Pelangi VS Novel Laskar Pelangi

Menyambung cerita sebelumnya, alkisah Kang Kombor, Yu Kombor dan Gendhuk Kombor jadi juga nonton film Laskar Pelangi. Ya gitu deh, nontonnya dari bangku baris kedua. Habis, yang mau nonton film ini ternyata masih banyak dan bejibun.

Apa coba, sudah banyak, masih bejibun juga!

Sebenarnya Kang Kombor sudah membaca tinjauan atas film ini. Kan sudah banyak tinjauannya di internet baik melalui situs berita maupun blog. Akan tetapi, guna mengajak Gendhuk Kombor melakukan penyegaran sebelum melakukan tes -- anak kelas I SD sekarang tesnya macam-macam, ada pelajaran Agama, IPS, dll -- maka Kang Kombor meneguhkan langkah untuk pergi ke bioskop.

Seperti Kang Kombor duga, film Laskar Pelangi memang belum mampu mentransfer kehebatan cerita yang ada di novel ke layar perak. Kang Kombor gagal melihat Lintang yang di dalam novelnya digambarkan sebagai jenius didikan alam. Di novelnya, kehebatan Lintang dalam matematika sudah diceritakan sejak dia kelas dua (silakan koreksi Kang Kombor) tetapi di film hal tersebut baru kelihatan saat lomba cerdas cermat.

Kang Kombor juga kehilangan penghubung ketika tiba-tiba di setting suasana malam hari banyak orang mencari-cari anak yang hilang (Flo). Apabila Kang Kombor belum baca novelnya tentu Kang Kombor tidak bisa menebak fragmen apa yang sedang diputar. Benar apa kata sebuah tinjauan yang pernah Kang Kombor baca bahwa film Laskar Pelangi terlalu memaksa untuk menampilkan sebanyak-banyaknya bab yang terdapat di novelnya. Padahal, durasi filmya terbatas. Akibatnya, jalinan cerita di dalam filmnya jadi agak kacau. Contoh saat Flo menghilang itu. Di novelnya diceritakan bahwa anak-anak Laskar Pelangi ikut mencari. Seru ceritanya, tidak seperti adegan di dalam film yang sangat pendek pada fragmen tersebut.

Novel Laskar Pelangi memberikan semangat kepada pembacanya untuk berani bermimpi dan selalu pantang menyerah. Sayangnya, pesan itu kurang Kang Kombor dapatkan dari filmnya. Entah dengan Sampeyan. Jangan-jangan, Kang Kombor yang terlalu banyak mengharap karena Kang Kombor sudah membaca novelnya.

Namun, terlepas dari tinjauan Kang Kombor di atas, Kang Kombor merekomendasikan Sampeyan untuk mengajak anak-anak, keponakan atau adik Sampeyan nonton. Daripada nonton 40 hari bangkitnya pocong, Suami-suami takut istri, atau Drop out, lebih baik Sampeyan nonton saja Laskar Pelangi. Hehehe, Kang Kombor pun nggak bakalan nonton ketiga film itu walau pun diberi gratisan.

Komentar

  1. ternyata fenomena laskar pelangi sama dengan ayat2 cinta, dimana novel lebih bagus dari filmnya, dan terbukti sineas indonesia belum mampu untuk mengimplementasikan novel menjadi sebuah film yang bermutu, IMHO

    BalasHapus
  2. saya blom sempet nonton, kang
    antre tiketnya pas liburan kemaren wuihh...

    BalasHapus
  3. bagi yg ga doyan membaca, maka nonton film adalah pilihan terbaik. peduli amat apa kata orang. tapi bagi penikmat novel akan jauh lebih baik membaca dg imajinasi sendiri ketimbang menonton imajinasi sutradara. bagaimanapun jg mereka telah berusaha maksimal membangun alur cerita, karakter, dll pada film laskar pelangi.

    BalasHapus
  4. belum nonton tuh, tapi adv-nya di tivi makin sering aja.

    BalasHapus
  5. Sepertinya memang akhirnya akan seperti itu, jika sebuah novel kemudian dijadikan film. Banyak sekali yang pembaca bisa dapatkan melalui novel tidak bisa didapatkan ketika menonton filmnya.
    Saya rasa wajar kok Kang, dari novel lain yang difilmkan, banyak juga pembaca novel tersebut yang kecewa setelah melihat filmnya.

    BalasHapus
  6. bahasa visual dan bahasa tulis
    mungkin berbeda ya.

    BalasHapus
  7. karena novel dan film sangat berbeda.

    BalasHapus
  8. Untuk yang sudah nonton filmnya tetapi belum pernah baca novelnya, bisa nggak menyebutkan siapa saja anggota Laskar Pelangi. Ada sepuluh orang. Bisa sebutkan namanya?

    BalasHapus
  9. emang bagus novelnya,, daripada filmya :)

    BalasHapus
  10. the same thing happened to the kite runner, the novel was way better.

    BalasHapus
  11. Wah kayaknya itu film belom masuk Malaysia deh. Penasaran bgt filmnya kayak apaan to? Gugling ah..

    BalasHapus
  12. Klo dibanding2kan emang harus diakui novel lebih bagus

    BalasHapus
  13. kalo gitu mendingan nonton filmnya dulu baru baca novelnya ya kang

    BalasHapus
  14. Biasanya sih, sehabis nonton film, baca buku, terasa hambar kang.

    demikian juga berlaku sebaliknya. Baca buku, trus nonton filmnya, juga sama, terasa hambarnya.

    Lalu, pilih yang mana dong jadinya?

    BalasHapus
  15. Gue kok ga pernah suka lihat film indonesia ya.. Tapi novelnya bagus loh..

    BalasHapus
  16. hampir 600 halam di bikin film hanya 2 jam ya mana cukup, tp menurtku ini film terbaik yang pernah ada di indonesia, di banding ACC sangat jauh kang.

    BalasHapus
  17. Wah... Belum sempet nonton filmnya nih.. :(

    BalasHapus

Posting Komentar