Gotong Royong

Apakah ada yang masih ingat arti kata gotong royong? Kang Kombor sendiri sudah lupa apa artinya sejak pelajaran PMP hilang dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah kita. Dulu sih waktu masih sekolah, sering sekali Kang Kombor membaca perihal gotong royong itu.

Akan tetapi, walaupun lupa artinya, Kang Kombor selalu mengusahakan untuk hadir dalam setiap kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh warga sekitar tempat Kang Kombor tinggal. Di desa-desa kegiatan gotong royong lebih sering dilakukan daripada di daerah perkotaan. Bahkan, mungkin di kota kegiatan gotong royong malah sudah tidak ada.

Gotong royong membuat saluran air di Pedukuhan Jetis, Desa Caturharjo

Di desa, hampir seluruh kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan bersama dilakukan secara bergotong-royong pengerjaannya. Pembuatan talud selokan, penguatan tebing sungai, pembuatan saluran air, pembuatan atau pengerasan jalan, dan lain-lain. Bahkan, dulu pun pembuatan rumah dilakukan secara bergotong royong. Waktu Kang Kombor kecil sampai usia SMA masih sering mendapat undangan "sambatan". Sambatan ini biasanya berupa gotong-royong untuk mengganti rangka atap yang sudah tua. Pekerjaan dimulai dengan menurunkan genting, membongkar rangka atap yang tua kemudian mengganti dengan rangka atap yang baru dan diakhiri dengan memasang genting kembali. Sambatan sendiri berasal dari kata "sambat" (Bahasa Jawa) yang bisa diartikan dengan "minta tolong". Entah apa kata yang pas dalam Bahasa Indonesia. Apabila ada yang tahu, silakan disampaikan kepada Kang Kombor.


Waktu menulis kiriman ini Kang Kombor baru selesai gotong-royong membuat saluran air dari jalan menuju sungai. Ada rumah seorang warga yang sering kebanjiran pada saat hujan deras karena jalan sudah dikeraskan dengan konblok. Pada saat musyawarah warga, diusulkan agar dilakukan pembuatan saluran air untuk mengalirkan air dari jalan ke sungai. Saluran air ini juga dapat difungsikan sebagai jalan untuk turun ke sungai. Hehehe... di pedukuhan tempat Kang Kombor tinggal masih banyak warga yang rumahnya tidak memiliki WC sehingga mereka melakukan BAB di sungai. Ada kalanya karena kebiasaan, yang sudah punya WC pun masih pergi BAB ke sungai.

Singkat cerita, warga setuju untuk dilakukan pembuatan saluran air yang pengerjaanya dilakukan secara bergotong-royong. Material dibeli dengan dana pembangunan yang dikumpulkan oleh warga sebesar Rp3.000,- per bulannya. Nah, gotong royong pembuatan saluran air tersebut dilaksanakan pagi tadi sampai pukul sebelas siang.

"Orang kampung ikhlas iuran dana pembangunan tapi waktu Kang Kombor tinggal di perumahan dulu, ada saja warga yang tidak mau bayar iuran RT."
 Awal Juli 2011 waktu Kang Kombor baru saja kembali ke desa juga ada gotong royong setiap minggunya untuk melebarkan dan memperkuat jalan ke makam. Warga akan membuat areal pemakaman yang baru karena yang lama sudah penuh. Untuk itu, selain membuka areal makam, jalan ke makam itu juga perlu dilebarkan dan diperkuat. Untuk keperluan pembuatan makam ini setiap warga juga dikenai iuran. Kang Kombor beserta sanak keluarga walaupun sudah memiliki makam keluarga tetap ikut membayar iuran itu demi kemaslahatan bersama. Hehehe, Kang Kombor jadi ingat dulu di Tangerang ada warga yang tidak setuju pembangunan balai warga. Selain tidak mau membayar iuran, gotong royong pembangunannya pun tidak ikut. Ampun dah!

Gotong royong merupakan budaya warisan nenek moyang yang positif. Kita harus melestarikan budaya itu. Bayangkan betapa indahnya kebersamaan warga masyarakat Bangsa Indonesia ini, segala yang ditujukan untuk kepentingan bersama pengerjaannya juga dilakukan secara bersama-sama. Selain tidak perlu membayar tukang, kegiatan gotong royong juga dapat dimanfaatkan sebagai ajang temu warga. Warga yang sehari-harinya beraktivitas sesuai pekerjaan dan profesi masing-masing dapat berkumpul pada saat gotong royong.

Di bawah ini foto-foto saat kegiatan gotong royong pelebaran dan penguatan jalan ke makam di Pedukuhan Jetis, Desa Caturharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, DIY.

Komentar

Posting Komentar