KISAH HOROR: DITINDIH GENDERUWO MERAH

Kisah ini terjadi sekitar tahun 1998. Orang Jawa tentu mengerti hantu yang namanya genderuwo itu wujudnya seperti apa. Meskipun belum pernah menjumpai secara langsung, minimal pernah tahu dari cerita-cerita mengenai penggambaran wujud genderuwo itu. Intinya, itu makhluk menyerupai manusia yang memiliki rambut lebat di sekujur tubuhnya. Genderuwo bisa mengubah wujudnya menjadi seperti manusia yang dikehendakinya. Memang jahanam makhluk itu.

Waktu itu bulan puasa. Ya, bulan puasa. Puasa Romadhon. Bulan yang suci. Bulan di mana setan-setan dibelenggu sehingga tidak bisa mengganggu manusia. Begitu yang kita dengar dari guru-guru ngaji.

Tapi apakah benar seperti itu?

Kebiasaan ayah kami, saat bulan puasa kami dibangunkan untuk sahur jam dua dini hari. Jam tiga dini hari kami sekeluarga sudah sahur. Waktu selesai sahur untuk masuk waktu subuh tentu masih lama karena waktu subuh kalau tidak jam empat kurang dikit ya jam empat lebih dikit.

Hari itu kami selesai sahur jam tiga seperempat dini hari. Waktu subuh masih sekitar jam empat lebih dikit. Selesai sahur ayah menyuruhku untuk segera pergi ke masjid.

“Sana segera ke masjid untuk persiapan subuh Le.” Ayah menyuruhku selesai sahur waktu itu.

“Gih Pak!” jawabku. Tapi alih-alih ke sumur untuk ambil air wudu aku justru pergi ke ruang tamu yang ada sofa panjangnya. Sebuah sofa berwarna biru yang diletakkan menghadap ke arah barat. Ke arah selatan adalah pintu ruang tamu. Pintu itu lebarnya sekitar 90 cm dengan kaca bening besar di tiga perempat bagian atasnya. Pintu berkaca itu waktu itu tidak ditutup dengan kain korden.

Aku segera menuju ke sofa dan membaringkan tubuhku. Caraku berbaring memang seenakku sendiri. Aku berbaring dengan posisi kepala di sebelah utara dan ujung kaki di sebelah selatan. Dus, wajahku menghadap ke arah pintu.

Waktu berbaring itu kepalaku kuganjal dengan tangan kanan sedangkan kaki kiriku kuletakkan di atas sandaran sofa. Satu kaki menjulur di sofa dan kaki kiri berada di sandaran sofa. Tangan kiriku posisi sedekap di atas dada.

“Segera ke masjid beneran loh Le!” Masih kudengar suara ayahku memerintahku.

“Gih Pak!” jawabku.

Aku sebenarnya masih ngantuk dan ingin menambah tidur barang setengah jam. Makanya aku berbaring di sofa biru itu.

Mataku sudah mulai redup. Sudah lima watt. Aku sudah mulai akan tertidur ketika tiba-tiba perasaanku tidak enak. Aku melihat ke arah pintu.

Ya Alloh! Di balik kaca ada sosok makhluk menyeramkan sedang mengawasiku. Makhluk itu sekujur badannya penuh rambut panjang berwarna merah. Mukanya pun penuh rambut. Matanya menyala merah.

“Astaghfirullohal adhim”, aku istighfar dan segera berusaha bangun.

Tapi terlambat. Makhluk itu sudah terbang menembus pintu kaca dan duduk di atas dadaku. Otomatis tangan kiriku juga diduduki makhluk itu. Matanya memandangku tajam. Seram sekali. Aku berusaha meronta-ronta tapi tidak bisa.

Makhluk itu hanya duduk saja di atas dadaku dan tangan kirinya memegangi kaki kiriku yang berada di sandaran sofa. Matanya masih memandangiku dengan tajam. Aku tak berkutik. Usahaku meronta-ronta sekuat tenaga tak berhasil. Makhluk menyeramkan itu bergeming. Dia tetap duduk di dadaku sambil tangan kanannya memegangi kaki kiriku.

Aku istighfar. “Astaghfiruloh! Astagfirulloh! Astaghfirulloh!” Meski aku mencoba bersuara, tak ada suara yang keluar dari mulutku. Aku seperti tercekat.

Aku lalu membaca ayat kursi dalam hati. Kubaca berulang kali tapi makhluk berambut merah itu tetap duduk di atas dadaku. Mungkin karena tak ada suara yang keluar dari mulutku maka ia tak mendengar bacaan ayat kursi yang kubaca. Aku memang tak mampu mengeluarkan suara.

Lalu aku mulai meronta dan berteriak “Allohu akbar! Allohu akbar! Allohu akbar!”

Ya, aku takbir berulang-ulang. Tapi, aku sendiri dengan telingaku sendiri mendengar yang keluar dari mulutku hanya suara “ah uh ah uh”. Mulutku masih tercekat. Tapi dalam hatiku jelas yang kuteriakkan adalah kalimat takbir.

Aku bukan sedang bermimpi. Kudengar kakak iparku bicara dengan kakakku.

“Mas, Mas, itu Kombor kenapa? Kok dia teriak-teriak?” kakak iparku bicara kepada kakakku.

“Ah paling Cuma mimpi.” Jawab kakakku.

Dalam hati aku berkata, “Sialan. Aku bukan mimpi ini. Aku diduduki genderuwo.”

Aku pun terus berusaha meneriakkan kalimat takbir. Terus berulang-ulang walaupun yang keluar hanya bunyi ah uh ah uh . Tapi setidaknya teriakan-teriakan itu membuat kakak iparku mampu memaksa kakakku untuk datang ke ruang tamu.

“Mas, Mas, lihat dulu adikmu itu. Sepertinya bukan mimpi dia. Lihat dulu!” kakak iparku menyuruh kakakku untuk melihatku di ruang tamu.

“Yah,… Kulihatnya.” Kata kakakku.

Alhamdulillah dalam hatiku.

Bunyi langkah kaki kakakku terdengar. Makhluk menyeramkan itu menatapku tajam. Ia masih bergeming. Ia masih duduk di atas dadaku.

“Allohu akbar! Allohu akbar! Allohu akbar!” aku pun meronta-ronta sambil meneriakkan kalimat takbir. Nafasku sudah terengah-engah karena aku meronta sekuat tenaga sambil berteriak walopun suara yang keluar dari mulutku tidak jelas.

Ketika langkah kaki kakakku semakin dekat. Makhluk menyeramkan itu menyeringai kepadaku. Dan ketika kakakku muncul di ruang tamu, makhluk menyeramkan penuh rambut berwarna merah itu pun melesat terbang keluar melalui pintu depan tempat dia masuk sebelumnya.

“Kenapa Kamu Mbor?” Tanya kakakku.

“Nggak apa-apa.” Jawabku pendek sambil masih terengah-engah. Dalam hati aku berkata, “Kamu itu kok ya nggak dari tadi sih pergi ke ruang tamu”.

Aku bangun dan duduk menyandar di sofa mengatur nafasku. Begitu nafasku sudah teratur aku bangkit menuju ke sumur dan mengambil air wudu.

“Kurang ajar itu genderuwo.” Kataku dalam hati, “Subuh-subuh sudah bikin perkara.”


Komentar