Mendarat di Dubai International Airport
Kang Kombor dan Pak Egy berangkat ke Dubai pada 24 Januari 2011 dari Bandara Soekarno Hatta menggunakan Emirates dengan nomor penerbangan EK358. Lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta pada 17:55 WIB. Perjalanan sekitar 8 jam. Ini adalah perjalanan menuju ke zona waktu di belakang WIB. Perbedaan waktu kira-kira 3,5 jam. Pesawat Emirates mendarat di Dubai pada 24 Januari 2011 pukul 22:30 waktu setempat. Emirates memiliki terminal khusus di Dubai International Airport (DIA), yaitu Terminal 3. Sayangnya, waktu mendarat kami tidak langsung ke Gate melainkan pesawat berhenti di landasan dan kami harus turun ke bus penjemput. Padahal, tentu akan lebih menyenangkan apabila pesawat merapat ke gate dan kita berjalan melalui belalai gajah :)
Dubai International Airport. Courtesy: arabiansupplychain.com |
Turun dari bus kami berjalan menuju pintu keluar. Bandara DIA benar-benar bersih dan modern. Kawan-kawan bisa mencari sendiri gambar mengenai Bandara DIA kalau mau. Kalau sabar, nanti akan ada beberapa foto Kang Kombor waktu hari kepulangan. Saat kedatangan, Kang Kombor tidak mengambil gambar sama sekali. Hmm...
Karena berangkat menggunakan kelas bisnis kami bisa menggunakan lorong prioritas milik Emirates di Bandara DIA. Nah, kami langsung saja menuju lorong itu. Oleh penjaganya ditanya, "Have you gone to the eye scanning?" Gubrak! Ternyata di Bandara Dubai mata kita harus dipindai dulu. Kang Kombor pernah baca berita mengenai hal itu. Konon untuk menangkal teroris maka keamanan di UAE ditingkatkan. Salah satunya adalah dengan memindai mata setiap orang yang datang ke UAE. Kami belum tahu prosedurnya jadi langsung saja ke lorongnya Emirates. Begitu diberi tahu harus pindai mata dulu kamipun segera pergi ke tempat pemindaian mata. Lokasinya agak di pojok. Entah di arah mana mata angin Kang Kombor tidak tahu. Gambaran lokasinya, begitu keluar dari gate kami belok kanan. Kalau keluar ke imigrasi belok kiri.
Ada tiga alat pindai mata yang dioperasikan. Petugasnya tiga orang Arab UAE yang berpakaian thobe -- pakaian arab yang warnanya putih lengkap dengan sorban di kepalanya. Kami antri sebentar kemudian menyerahkan diri untuk pindai mata. Selesai dari sana baru kemudian kami kembali ke lorong prioritas Emirates baru kemudian melewati lorong imigrasi.
Petugas imigrasi UAE malam itu semuanya orang Arab. Saat menyerahkan paspor dan visa petugas bertanya, "Where are you from?" Hehehe... padahal paspornya kelihatan. Eh, Kang Kombor jawab saja, "Jakarta, Indonesia." Lalu dia bertanya lagi, "In what hotel you will stay?" Kang Kombor buru-buru keluarin catatan nama hotel dan alamatnya dan memberi tahu petugas imigrasi itu. Untung bawa catatan nama hotelnya. Kalau nggak bawa mau jawab apa?
Lepas Landas dari Dubai International Airport
Pukul 06:00 waktu Dubai Kang Kombor dan Pak Egy cek keluar dari Gulf Oasis Hotel Apartments dan langsung menuju ke bandara. Perjalanan ke bandara hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit sehingga kami tiba di Bandara DIA sekitar pukul 06:20 waktu Dubai. Langit di Dubai masih temaram. Matahari masih belum terbit. Masih ada waktu yang lumayan lama karena pesawat Emirates no penerbangan EK357 akan lepas landas pukul 10:25 waktu Dubai. Kami pun menikmati dulu suasana di luar Bandara DIA.
Pintu masuk Dubai International Airport, pukul 06:20 pagi |
Stasiun Metro Red Line di depan Bandara Internasional Dubai |
Kira-kira pukul tujuh pagi kami masuk ke dalam Bandara Dubai. Suasana bandara yang modern, tertata rapi dan bersih mengingatkan saya kepada Bandara Soekarno Hatta. Bandara Soekarno Hatta yang bagus itu jadi tampak kuno apabila dibandingkan dengan bandara DIA itu. Lorong di dalamnya luas dengan lantai yang semuanya tampak mengkilat.
Berikut beberapa foto suasana Bandara DIA saat kami akan cek masuk ke loket Emirates.
Untuk cek masuk ke Emirates, kita bisa memilih cek masuk sendiri melalui anjungan cek masuk sendiri (self service check in) yang disediakan oleh Emirates. Pak Egy mengajak Kang Kombor untuk cek masuk menggunakan mesin itu. Kang Kombor sebenarnya ingin lewat loket cek masuk yang dilayani petugas Emirates tetapi karena ingin tahu juga maka Kang Kombor ikut ke mesin cek masuk sendiri itu. Di mesin yang menggunakan layar sentuh itu kita memasukkan nomor konfirmasi pemesanan karcis Emirates kemudian mengkonfirmasi beberapa hal dan memindai paspor melalui bidang pindai paspor yang disediakan lalu meletakkan barang yang akan dimasukkan bagasi ke ban berjalan. Ban berjalan di samping mesin itu akan menimbang massa barang bawaan kita. Begitu semuanya oke maka mesin akan mengeluarkan tempelan nomor bagasi untuk ditempel di tas/koper. Sayangnya, ada yang tidak oke. Barang bawaan Pak Egy melebihi kuota. Walhasil kami pun tetap pergi ke loket Emirates yang ada petugasnya. Kang Kombor sebenarnya sedang akan cek masuk sendiri tetapi petugas Emirates yang cantik jelita mempersilakan kami ke loket saja. Yah... gagal deh mencoba menyentuh layar mesin itu...
Selesai cek masuk kami menuju ke Gerbang pemberangkatan. Gerbang kami adalah Gate 219. Untuk menuju ke sana, kami harus melewati deretan toko bebas cukai (duty free area) yang terletak di lantai atas. Pagi itu eskalator masih belum boleh dilewati sehingga kami menggunakan lift yang lumayan besar. Kang Kombor tadinya mengira satu pintu untuk satu lift. Tidak tahunya, satu lift ada dua pintu. Hmm... Namanya orang ndesa, Kang Kombor baru sekali ini lihat lift yang begituan. Mungkin di bandara lain ada juga yang seperti itu tetapi Kang Kombor masih sedikit menjelajahi bandara. Baru Soekarno Hatta, Ngurah Rai, Juanda, Hang Nadim, Iskandar Muda, Bengkulu dan Dubai ini. Masih sedikit sekali kan?
Lift untuk menuju gerbang pemberangkatan |
Ada kejadian lucu saat Kang Kombor berada di depan toko parfum. SPG dan SPB di toko itu ada yang berasal dari Philipina, negara jiran kita. Nah, Kang Kombor oleh SPBnya ditawari untuk disemprot parfum tester. Kang Kombor oke saja. Lalu tiba-tiba SPG yang disebelahnya mengajak Kang Kombor bicara dengan Bahasa Tagalog. Kontan saja Kang Kombor bertanya, "What?" Lalu gadis Philipina itu ngomong lagi Bahasa Tagalog. Ealah... Kang Kombor bertanya lagi, "What did you ask me?" Barulah SPG itu sadar kalau Kang Kombor tidak berasal dari Philipina. "I am sorry, Sir. I think you are philipino." "Oh no, I am from Indonesia. I am about to fly to Jakarta." Ya lalu kami ngobrol-ngobrol dulu sebentar sambil menunggu Pak Egy beli parfum. Keringat Kang Kombor sudah wangi sehingga Kang Kombor tidak ikutan beli parfum. Wekekek...
SPG dari Philipina yang mengajak Kang Kombor bicara Tagalog (tengah) |
Para penumpang sedang mengaso di ruang tunggu |
Saat Pak Ali selesai dengan perangkatnya, ia menyapa Kang Kombor, "Bagaimana, Pak?" "Apanya yang bagaimana, Pak?" Kang Kombor balik bertanya. Lalu kami pun ngobrol banyak hal terutama mengenai alat-alat kesehatan. Malaysia yang penduduknya hanya sekitar 26 juta jiwa ternyata memiliki industri kesehatan yang lebih maju dari Indonesia. Terbukti Malaysia memiliki Paviliun sendiri di ARAB HEALTH yang diikuti lebih banyak pemamer daripada Indonesia. Malaysia mampu membuat jarum suntik sendiri. Mampu membuat selang dialisis sendiri. Bahkan, yang membuat Kang Kombor mengurut dada, Pak Ali bercerita bahwa lusa (dua hari dari 27 Januari 2011) Pak Ali akan kedatangan tamu dari Bandung yang ingin memesan 30 utas selang dialisis dari Pak Ali. "What? They need 30 millions of dialisis tube and buy from you?" Kang Kombor bertanya pada Pak Ali. "Ya, saya juga heran. Saya sudah katakan bahwa kalau Anda butuh 30 juta, Anda sebaiknya memproduksi sendiri. Akan tetapi, mereka tetap mau beli dari saya." Pak Ali menjelaskan kepada Kang Kombor. Pak Ali prihatin mengapa Indonesia yang sedemikian besar pemerintahnya tidak berpikir untuk memiliki kemandirian dalam pemenuhan alat kesehatan, terutama untuk barang-barang habis pakai seperti jarum, selang dialisis, kantong darah, dan lain-lain. Apabila Pak Ali prihatin, bagaimana dengan Kang Kombor? Kang Kombor sedih banget melihat pemerintah kita yang lebih suka impor semua kebutuhan. Selama perdagangan internasional lancar, impor oke saja walau pun tetap keterlaluan. Coba berpikir seandainya tiba-tiba ada perang yang menyebabkan perdagangan internasional terhenti. Apa orang sakit tidak akan diobati? Apa orang butuh darah tidak akan dilayani? Apa orang yang mau cuci darah suruh berhenti cuci darah? Oh, sedihnya melihat para penyelenggara negara ini yang tidak memiliki visi kemandirian di bidang apa pun. Kang Kombor jadi teringat Pak Habibie yang menggebrak meja saat berdialog dengan DPR. "Ini gelas. Ini meja!" Brak! sambil Pak Habibie menggebrak meja. Intinya Pak Habibie berkata bahwa apabila DPR membeli semua barang dari luar negeri maka DPR membayar jam kerja buruh di luar negeri. "Bayarlah jam kerja orang Indonesia!" kata Pak Habibie. Hmmm...
Baiklah. Pukul 10:00 gerbang 219 sudah dibuka. Gerbang 218 yang akan ke Kuala Lumpur juga sudah dibuka. Kang Kombor pun ke toilet dulu dan kemudian masuk ke ruang tunggu gerbang. Di sana banyak wajah Indonesia. Ada seorang wanita muda yang duduk di kursi roda dengan bagian jari-jari kaki kanan diperban. Wanita muda itu sendirian di dekat meja petugas gerbang. Kang Kombor mencoba berbincang-bincang dengan wanita itu tetapi dia malah ketakutan dan dengan Bahasa Arab memanggil pengantarnya, seorang keturunan Afrika. Wah, Kang Kombor heran, diajak ngobrol kok malah ketakutan. Apa dikiranya Kang Kombor ini pegawai BNP2TKI apa? Hahaha... Eh, ya sudahlah. Kang Kombor tidak akan memaksa dia ngobrol. Kang Kombor pun kembali duduk di bangku semula.
Pukul 10:15 kami dipersilakan masuk ke kapal terbang. Kali ini kami di kelas ekonomi, bukan di kelas bisnis. Akan tetapi, penumpang ke Jakarta hanya sedikit. Bangku yang kosong lebih banyak daripada bangku yang terisi. Apa Emirates nggak rugi yah? Waktu berangkat pun kelas bisnis hanya berisi 6 orang penumpang saja.
Iseng Kang Kombor timbul. Kang Kombor ingin foto sama pramugari Emirates. Kang Kombor pun menyusun siasat. Ah, ketemu! Kang Kombor pura-pura tanya apakah bangku paling depan memiliki layar televisi seperti di bangku-bangku lain yang layar televisinya terletak di sandaran bangku di depannya. Kang Kombor pun memanggil pramugari itu. "Miss, do those chairs have television screen like this?" "Of course?" jawabnya. "Really?" Kang Kombor memastikan. "Yes, Sir. It is located beside the chair." katanya sambil menunjuk lokasi layar televisi. "Can you demonstrate how to use it?" Kang Kombor bertanya lagi. "Of course, Sir." Pramugari itu kemudian mendemonstrasikan cara mengeluarkan layar televisi dari samping bangku. Setelah selesai Kang Kombor pun berterimakasih dan menanyakan dari mana asalnya. "I am from Brasil." "Oh, Brasil! I like Brasil especially its football team." Kang Kombor pun basa-basi padahal dari dulu sampai kapan pun Kang Kombor tetap suka Argentina. Lalu sebelum mengakhiri percakapan Kang Kombor pun berkata, "Thank you very much, Miss. You are very kind. Do you mind if I have a picture with you?" "Oh, no. Be my pleasure, Sir." Ya, begitulah Kawan-Kawan. Akhirnya Kang Kombor pun berfoto dengan Brianne yang berasal dari Brasil itu. Jangan pada iri yah!
Bersama Brianne, pramugari Emirates dari Brasil |
kenalin dunk sama briannenya, om? :D
BalasHapusAyo kita cari di pesawat Emirates. Wkwkwk...
BalasHapusto foto yang terakhir membuat aku ngiri om wkkwkw
BalasHapusKalau begitu ayo kita foto bareng, Zanc.
BalasHapusNice info. Thanks for sharing.
BalasHapus