Pemerintah kita ini suka reaktif dan reaktifnya terlambat. Contoh terakhir adalah soal telolet bus. Saat telolet bus menjadi terkenal bahkan mendunia, pemilik otoritas seakan-akan baru terbuka matanya dan tahu bahwa ada telolet. Padahal, telolet bus itu sudah lama.
Ya, telolet bus itu sudah lama. Kang Kombor dah sejak lama sering memutar video telolet bus di YouTube. Apabila dinilai membahayakan, mengapa baru sekarang Menteri Perhubungan akan mengeluarkan surat edaran yang akan melarang bus telolet?
Yang berbahaya itu telolet bus-nya atau kegemaran memburu telolet bus itu kok yang dilarang bus teloletnya?
Ayolah kita berpikir kalau mau membuat aturan. Kalau yang membahayakan telolet busnya, sudah ada Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2012 tentang Kendaraan. Di sana pada Pasal 69 yang berbunyi 'Suara klakson sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf f paling rendah 83 desibel atau dB (A) dan paling tinggi 118 desibel atau dB (A). Kalau suara telolet lebih dari 118 dB itu baru perlu ditertibkan.
Apabila yang membahayakan itu kegemaran anak-anak dalam memburu telolet “Om Telolet OM” ya mari kita edukasi anak-anak pemburu telolet itu agar memburu telolet tanpa membahayakan diri mereka dan pengguna jalan.
Ada kreatifitas dalam membuat variasi bunyi telolet. Ada kegemaran baru anak-anak yang positif, mengapa mau dilarang? Anak-anak itu tidak melakukan tindakan kriminal kok, tidak mabuk, tidak narkoba, tidak mbegal. Mereka hanya minta bunyi telolet!
Orang indon pada makin goblok, entah apa2 udah pada heboh... bikin muak aja
BalasHapusOrang indon gak punya kerjaan lain, gak punya kata2 lain buat di ucapin, dari pada nyebut kata2 yang tidak bermanfaat apa salahnya nyebut2 nama Allah.
BalasHapussepertinya orang indon udah pada kehilangan kendali semua buat ngeluarin kata2 yg gak bermutu
BalasHapus