KISAH HOROR: GURU CANTIK ITU BERUBAH MENJADI ASAP

Kisah horror ini terjadi pada tahun 1990. Saat itu aku masih kelas 1 S M A. Aku sekolah di sebuah sekolah berasrama yang masih baru. Komplek sekolahku itu berada di tengah kebun tebu.

Karena sekolah baru, belum seluruh bangunan asrama selesai dibangun. Bagian selatan areal sekolahku masih berupa kebun tebu. Begitu juga areal sebelah timur. Apabila malam, suasana sepi. Hanya suara binatang malam seperti katak dan serangga malam yang menjadi peramai malam.

Malam itu, kira-kira jam sebelas malam aku baru saja keluar dari kelasku. Saat itu sedang minggu ujian sub sumatif sehingga aku belajar di kelas sampai larut malam. Aku keluar kelas sendirian. Masih ada teman yang belajar di kelas dan belum mau pulang ke asrama.

Komplek sekolahku terasa sepi. Udara malam terasa sangat dingin. Sehembus angin menerpa wajahku dari arah kiri. Saat itu aku berjalan ke arah selatan. Aku pun menoleh ke kiri, ke arah timur. Kulihat guruku yang cantik berjalan menuruni tangga jalan dan berjalan cepat juga ke arah selatan. Jalan kami berbeda. Aku di sebelah barat dan guru cantikku itu lewat jalan sebelah tengah.

Jalannya cepat. Aku berlari-lari kecil untuk menyamai langkahnya. Apalagi pandanganku pada guru cantikku itu sempat terhalang gedung untuk menerima tamu yang terletak di tengah.

Selewat gedung untuk menerima tamu itu aku cari guru cantikku. Tidak ada. Ternyata dia sudah di depan. Langkahnya memang cepat sekali. Aku berlari-lari lagi untuk menyejajari guru cantikku itu.

Selepas gedung untuk menerima tamu, pandanganku terhalang barak kosong. Aku berlari-lari kecil lagi agar aku tidak ketinggalan. Aku memang tidak ketinggalan tapi aku telah sampai ke asramaku. Aku harus segera masuk dan mengintip guru cantikku itu dari jendela kamar temanku.

Tanpa melepas tas gendongku aku menuju kamar temanku dan membuka jendela kamarnya. Aku memandang guru cantikku itu berjalan terus ke selatan. Aku heran. Seharusnya guru cantikku itu berbelok ke barat setelah asrama sebelah selatan asramaku. Tapi tidak. Guru cantikku itu berjalan terus ke selatan ke arah kebun tebu.

Aku bengong. Dalam hati aku bertanya-tanya mengapa guru cantikku itu berjalan terus ke arah kebun tebu. Mau apa dia, pikirku.

Aku terus memandangi langkah guru cantikku itu sampai ia tiba di kebun tebu. Lampu jalan menjadi penerang yang membuatku tetap mampu melihat kea rah kebun tebu. Begitu sampai di pinggir kebun tebu, guru cantikku itu membalikkan badannya mengarah kepadaku. Aku kaget. Jarak kami cukup jauh tapi aku tetap bisa melihat wajahnya yang cantik. Guru cantikku itu pun seperti melihat ke arahku.

Cukup lama guru cantikku berdiri di sana memandangku dan aku pun memandangnya. Aku tak habis pikir. Bukannya berbelok ke barat untuk menuju ke rumahnya, guru cantikku itu malah berdiri di pinggir kebun tebu. Sungguh sangat aneh. Bulu kudukku berdiri. Aku merasa ada yang kurang be-res.

Lalu, saat aku masih tetap memandangi guru cantikku, sesuatu yang horror terjadi. Pelan-pelan bagian kaki guru cantikku memudar. Ya, memudar! Bagian kaki guru cantikku memudar berubah menjadi asap!

Bagian tubuh guru cantikku yang berubah menjadi asap berhenti sampai ke pinggangnya. Pinggang ke atas tetap nyata dan wajah cantiknya masih terlihat dengan jelas. Namun, bagian pinggang ke bawah telah berubah menjadi asap dan bergoyang-goyang tertiup angin.

Mataku membelalak. Tontonan apa pula yang sedang aku lihat ini, tanyaku dalam hati. Entah mengapa aku tetap melihat pemandangan aneh itu. Mungkin karena jauh jarakku dengannya aku jadi punya keberanian untuk tetap memandang wujud aneh itu.

Wujud guru cantikku yang bagian pinggang ke bawah sudah menjadi asap itu tersenyum kepadaku. Astaghfirulloh! Berarti makhluk itu tahu bahwa aku memandangi dia. Tentu saja aku tak membalas senyumnya. Aku diam saja sambil membaca ayat kursi. Aku yakin aku telah melihat penampakan entah apa sehingga aku membaca ayat kursi.

Aku masih memandangi wujud makhluk itu dan makhluk itu juga masih memandang ke arahku ketika kudengar langkah-langkah kaki menuju ke arahku. Semakin dekat suara langkah kaki itu, wujud makhluk itu semakin memudar. Akhirnya, saat pemilik langkah kaki itu tiba di belakangku, wujud makhluk di pinggir kebun tebu itu pun hilang.

“Ngapain kamu di sini?” Tanya temanku pemilik kamar yang kupakai memandang penampakan yang sudah hilang itu.

“Nggak ngapa-ngapain Cuma cari angin.” Jawabku.

Belakangan aku baru sadar, di tempat makhuk yang menyerupai penampakan guru cantikku itu kemudian menjadi lokasi rumah baru guru cantikku itu di kemudian hari.


Komentar